puisi tiga judul
KEJADIAN PUISI (I)
ia seringkali menyamakan hati
seseorang sebagai sebuah
sumur.
sumur yang digali entah
sesiapa —yang serupa kubur
—
di malam hari ketika orang-
orang melesap ke dalam
dengkur
ada bunyi dan gerak-gerik
yang jalin-menjalin namun
kabur
di hadapan sumur itu ia
diberkati sebuah batu kapur
tanpa ingin menulis aksara
yang membaur
ia jatuhkan itu batu kepada
kedalaman itu sumur
untuk tahu betapa dalam hati
yang bisa diukur
berapa tali kah jarak bisa
diulur
bila jatuhan batu tak kunjung
dengungkan sebuah bunyi,
sungguh ada jarak yang harus
dipahami
di antara sunyi sepanjang
jatuhan batu ke dalam hati
sungguh disana ada kejadian
puisi
KEJADIAN PUISI (II)
ia membuat sebuah tarian.
ia biarkan dari ujung
rambutnya yang tajam
hingga ujung jari kakinya,
beralunan,
seperti sedang dirajam.
seperti sedang bepergian,
namun tak membawa badan
ia pergi, namun tak berlari
atau berjalan
tapi ada burung-burung yang
berlepasan
membentuk keasingan
lingkaran
ia menari, namun bukan
koreografi.
“ ada yang seperti majnun
yang ditenun oleh diri sendiri”
ia pergi, namun tak berjalan
atau bahkan berlari
ia membubung, tapi menginjak
bumi
seperti ada burung-burung;
membentuk lingkaran puisi
yang mengajaknya bepergian,
membubung tinggi
namun tidak terbang
namun tidak berjalan
namun tidak ah ….
KEJADIAN PUISI (III)
semenjak memasukiku, kau
memutuskan untuk menjadi
dalang
yang mengajarkan tubuhku
untuk membedakan mana
pergi mana pulang
yang membukakan langkahku
untuk paham mana jalan
mana lobang
lalu kau kuasai mataku atas
seluruh pemandangan
kemudian telingaku yang
digemari kebisingan
lidah dan hidungku yang
seringkali tak sepaham
serta seluruh badanku yang
awam dengan pengertian;
apakah itu gerakan?
air tak pernah ingin menjadi
cangkir
kecuali saling menukar takdir
tapi engkau, engkau merupa
air yang mengalir
sebagai pemilik seluruh takdir
engkau adalah ibarat atas
seluruh yang lahir
dan semenjak memasukiku,
engkau langsung menjadi
dalang
aku berjalan seperti
langkahmu, berucap seperti
lidahmu,
mendengarkan seluruh
suaramu, mencium aroma
darimu
tapi meskipun engkau ada di
dalam aku,
tak pernah bisa aku
memataimu dengan mataku,
melidahkanmu dengan
lidahku, menghidungkanmu
dengan dua lobang hidungku,
menelingakan suaramu
dengan suaraku.
seluruh pulang dan pergi
adalah engkau
yang dekat tapi tak sampai
aku jangkau.
silahkan beri saran buat kemajuan blog ini